THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 22 April 2010

Nokia 2600 Classic

Nokia mengawali tahun 2008 dengan meluncurkan dua ponsel low-end yang cukup menarik. Nokia 2600 Classic dibangun berdasarkan konsep Xpress-On cover seperti pada Nokia 5110 jaman dulu kala, namun dengan fitur-fitur modern, seperti EDGE, email, Bluetooth, radio FM, dan kamera VGA.

Ponsel ini memiliki fitur beragam dan macam-macam pilihan warna atau casing yang dapat diganti-ganti. Ponsel seharga sekira Rp1 juta ini memiliki casing berwarna atau XPress on Cover, sama halnya dengan 2600 terdahulu. Namun kali ini ponsel 2600 ini dibubuhi kata "classic" di sebelahnya.

Ponsel 2600 ini memang memiliki nama seri yang sama dengan ponsel Nokia Xpress-on terdahulu. Namun karena ponsel 2600 sudah tidak diproduksi lagi, maka digunakan lagi seri itu. Namun kali ini dilengkapi dengan kata classic.

Nokia 2600 classic ini memiliki beragam fitur hiburan menarik termasuk radio FM, kamera VGA, dan nada dering dengan format MP3
Kesan bahwa sebuah ponsel murah tak punya kemampuan akses dan membuka email, terpatahkan oleh Nokia. Lewat peluncuran seri 2
600 Classic, kita kian dimudahkan untuk ber-email ria.

Hal ini disebabkan seri ini memiliki Email Wizard, sebuah fitur yang berkemampuan untuk men-set email dengan sangat mudah. Membandingkan dengan berbagai ponsel high end lainnya, bahkan -sewaktu uji coba- prosesnya terbilang mudah dan cepat. Pertanyaannya, bagaimana koneksi ke email provider itu dapat dilakukan?

Ternyata seri ini sudah menyiapkan jaringan GPRS maupun EDGE (hanya untuk downlink), yang memungkinkan lebih cepat mengakses ke jaringan internet.

Cerita lain soal seri ini, terdapat pula bluetooth sebagai jaringan lokal minus kabel. Di sektor hiburan disediakan radio FM yang memiliki 20 ruang simpan stasiun radio favorit, tentu pemutar musik, serta kamera VGA.

Ponsel ini menyiapkan tak kurang 1.000 daftar buku telepon, artinya cukup besar untuk kategori ponsel kelas tersebut. Sebuah fitur baru lainnya pun disiapkan khususnya bagi yang tak menginginkan pulsanya jebol akibat kurang kontrol. Namanya Prepaid tracker atau time tracker. Lewat aplikasi ini, pengguna dapat mengatur berapa lama atau berapa besar pulsa yang hendak digunakan agar tak kebablasan.


Spesifikasi:

General

2G Network

Announced

Status

GSM 900/1800

2008,January

Coming soon

Size

Dimensions

109.6x46.7x12mm, 63.55 cc

73.2

Display

Type

Size

TFT, 56K colors

128x160 pixels

-5-way navigation key

Ringtones

Type

Custominaziton

Vibration

Poliphonic, MP3

Download

Yes

Memory

Phonebok

Call records

Card slot

Yes, 1000entries

20 dialed, 20 received, 20 missed call

No

-10MB user memory

Data

GPRS

HSCSD

EDGE

3G

WLAN

Bluetooth

Infrared por

USB

Yes

No

Yes

No

No

Yes, v2.0

No

No

Features

Messaging

Browser

Games

Colors

Camera

SMS, MMS, Email

WAP 2.0/Xhtml

Yes

Black, Orange, Blue, Beige

VGA, 640x480 pixels, video

- Java MIDP 2.0
- Stereo FM radio
- Calendar
- Calculator
- Voice memo
- Expense manager
- T9

Battery

Stand-by

Talk time

Standard battery, Li-Ion 870 mAh (BL-5BT)

Up to 580 h

Up to 6 h

Jumat, 19 Februari 2010

Dongeng asal mula duabelas shio binatang

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang dewa. Pada tanggal 31 Desember pagi sebelum tahun baru, Sang Dewa menulis surat kepada binatang2 diseluruh negeri. Angin lalu menyebarkan surat-surat itu ke seluruh negeri.
Dalam sekejap, para binatang menerima surat2 itu, yang isinya seperti ini:
"Besok pagi di Tahun Baru, aku akan memilih binatang yang paling dahulu datang kesini, dari nomor satu sampai dengan nomor duabelas. Lalu, setiap tahun aku akan mengangkat satu-persatu dari mereka sebagai Jenderal berdasarkan urutan". Tertanda, Dewa.
Para bintang sangat bersemangat dan tertarik dengan hal itu. Mereka sangat ingin menjadi Jenderal. Tetapi, ada seekor binatang yang tidak membaca surat semacam ini, yaitu Kucing yang suka bersantai dan tidur. Ia hanya mendengar berita ini dari Tikus. Tikus yang licik menipunya dan memberitahu bahwa mereka harus berkumpul di tempat Dewa lusa tanggal 2 Januari, padahal seharusnya mereka berkumpul besok pagi tanggal 1 Januari.
Semua binatang bersemangat dan memikirkan tentang kemenangan, dan mereka semua tidur cepat. Hanya Sapi yang langsung berangkat malam itu juga, karena ia sadar bahwa ia hanya dapat berjalan lambat. Tikus yang licik melihatnya lalu meloncat dan menumpang di punggung Sapi, tapi Sapi tidak menyadari hal itu.
Pagi harinya, saat hari masih gelap, Anjing, Monyet, Babi Hutan, Harimau, Naga, Ular, Kelinci, Ayam, Domba dan Kuda semuanya berangkat berlari menuju ketempat Sang Dewa.
Saat matahari mulai terbit, yang pertama kali sampai di tampat tinggal Dewa adalah...Sapi. Tapi kemudian Tikus melompat kedepan dan mendarat tepat dihadapan Dewa. Maka Tikus pun menjadi yang pertama.
Selamat Tahun Baru Dewa...kata Tikus kepada Dewa.
Sapi pun menangis karena kecewa menjadi urutan ke dua.
Di belakang mereka, tibalah Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Domba, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi Hutan datang berurutan. Dengan demikian mereka ditetapkan sebagai pemenang satu sampai dengan duabelas sesuai dengan urutan kedatangannya.
Duabelas ekor binatang ini kemudian disebut dengan 12 Shio Bintang.
Para binatang itu merayakan kemenangan dan berpesta pora sambil mengelilingi Sang Dewa. Lalu, kucing datang dengan wajah yang sangat marah. Ia mencari Tikus yang telah menipunya sehingga ia datang terlambat. Kucing pun berlari mengejar Tikus kesana kemari.
Sejak itu mulailah era Duabelas Shio Binatang, dimulai dari yang pertama tahun Tikus, lalu Sapi, kemudian Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Domba, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi Hutan.
Kucing yang tidak berhasil masuk kedalam Dua belas Shio Binatang sampai sekarang masih mengejar Tikus kesana kemari karena telah ditipu.

Kamis, 18 Februari 2010

Kisah Bintang Kutub

Di langit malam yang gelap, ada sebuah bintang yang tak pernah berpindah. Orang-orang menyebutnya Bintang Kutub. Bintang ini dapat menjadi pedoman untuk menetukan arah bagi para pelaut dan nelayan di laut lepas. Di India, bintang ini disebut Bintang Dhruva.
Mengapa demikian? Begini ceritanya…

Pada jaman dahulu, hiduplah seorang anak bersama Dhruva. Ia tinggal di tengah hutan bersama ibunya. Ibu Dhruva bernama Ratu Suniti. Ya! Dhruva memang putra mahkota seorang raja! Ayahnya bernama Raja Uttanapada.

Seharusnya Dhruva dan ibunya tinggal di dalam istana. Tapi, karena kedengkian seorang kerabat istana yang ingin anaknya kelak menjadi raja, Dhruva dan ibunya di usir dari istana.
Dalam kehidupannya, Dhruva sangat merindukan ayahnya. Tapi, tiap kali Ratu Suniti menghiburnya,

"Dhruva, anakku," kata Ratu Suniti. "Ada seorang ayah yang sangat menyayangimu. Kelak suatu hari nanti, kau akan bertemu dengannya."
"Siapa dia , Bu?" tanya Dhruva.
"Dia adalah Dewa Wishnu," jawab Ratu Suniti.
"Kapan saya bisa bertemu denganya, Bu?" tanya Dhruva lagi.
"Nanti, bila kau sudah dewasa dan menjadi orang yang bijaksana," sahut Ratu Suniti sambil membelai kepala Dhruva.

Dhruva termenung. Ia benar-benar merindukan seorang ayah! Beberapa bulan yang lalu, ia memang pergi ke istana. Tapi ia tidak bertemu dengan ayahnya. Ia malah bertemu dengan Suruchi, kerabat istana yang dengki itu. Suruchi langsung mengusir Dhruva. Dan dhruva pun kembali ke hutan.

"Saya tidak mau menunggu sampai jadi dewasa dan bijakasana, Bu," kata Dhruva kemudian. "Saya ingin bertemu dengan Dewa Wishnu sekarang."
Ratu Suniti mengetahui betapa kuatnya keinginan Dhruva.

"Anakku Dhruva," ucap Ratu Suniti akhirnya. "Kalau kau memang ingin bertemu Dewa Wishnu, pergilah. Tapi ingat, segera kembali ke sini begitu keinginanmu berkurang walau cuma sedikit."
Dhruva sangat berterima kasih atas kebijaksanaan ibunya. Ia kemudian pamit, lalu meninggalkan ibu dan gubuknya. Ia terus melangkah makin jauh masuk ke dalam hutan. Ya! Dhruva memang sangat ingin bertemu Dewa Wishnu! Berhari-hari Dhruva berjalan, tapi ia belum juga bertemu Dewa Wishnu.

Pada suatu malam, Dhruva merasa sangat lelah dan lapar. Ia berbaring di bawah sebuah pohon besar. Di tengah kegelapan itu, ia melamun. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sedih dan kesepian tanpa dirinya. Tapi keinginan Dhruva tak pernah berkurang sedikit pun. Dan dalam kegelapan itu, tiba-tiba seseorang muncul di depan Dhruva. Orang itu adalah Narada yang bijaksana.

"Anak kecil, sedang apa kau malam-malam begini berada di tengah hutan?" tanya Narada.
Lalu Dhruva menceritakan keinginannya untuk bertemu Dewa Wishnu. Kepala Narada mengangguk-angguk begitu cerita Dhruva selesai.
"Kalau begitu, ikutlah denganku," kata Narada kemudian.
Sejak saat itu, Dhruva mengikuti Narada.

Narada mengajari Dhruva berdoa dan bertapa. Dhruva sangat tekun belajar bertapa. Ia duduk tak bergerak di atas batu, menutup matanya, kemudian memusatkan pikiran pada satu hal, yaitu Dewa Wishnu.

Suatu hari, terdengarlah suara, "Anaklku Dhruva, aku ada di sini."
Dhruva membuka matanya. Di depan Dhruva, berdirilah seorang laki-laki. Cahaya kemilau menyelimuti tubuh laki-laki itu. Saat itu juga Dhruva tahu bahwa doanya terkabul. Laki-laki itu adalah Dewa Wishnu. Dhruva sangat gembira.

"Anakku," kata Dewa Wishnu. "Kau sudah melakukan segala hal agar bisa bertemu denganku. Kau sudah memegang teguh keinginan itu, dan mengatasi semua rintangan yang menghadangmu. Nah, sekarang apa yang kau inginkan setelah bertemu denganku?"

"Dewa, saya sangat merindukan seorang ayah. Ibu saya berkata bahwa Dewa Wishnu-lah ayah yang terbaik di dunia ini. Saya ingin selalu dekat dengan Dewa," jawab Dhruva. "Selain itu, saya ingin Ibu saya kembali ke istana. Saya ingin Ibu saya bahagia, Dewa."
"Baiklah," sahut Dewa Wishnu. "Ibumu akan kembali ke istana, dan kau akan selalu dekat denganku."

Lalu Dewa Wishnu mengubah Dhruva menjadi sebuah bintang yang amat terang, dan meletakkannya di langit.

Beberapa saat setelah Dhruva menjadi Bintang Kutub, datanglah utusan istana untuk menjemput Ratu Suniti, Ibu dhruva. Raja Uttanapada sudah mengetahui kedengkian Suruchi. Ratu Suniti pun kembali ke istana.

Bila malam tiba, Ratu Suniti selalu menyempatkan diri untuk melambaikan tangan ke arah Bintang Kutub, yang kemudian diketahuinya merupakan penjelmaan dari Dhruva. Dhruva pun membalas lambaian tangan itu dengan kerlipan yang indah.

Bintang Kutub itu tak pernah berpindah, tak seperti bintang-bintang lain yang selalu bergiliran untuk muncul di langit. Bintang Kutub itu ada sepanjang tahun, sebagai lambang keinginan yang begitu kuat, yaitu keinginan Dhruva bertemu dengan Dewa Wishnu.

Putri Bisu

Zaman dahulu kala ada seorang Raja yang memiliki seorang Pangeran. Shahzada, demikian nama pangeran tersebut, memiliki sebuah bola yang terbuat dari emas yang selalu ia mainkan kapan saja.
Suatu hari saat pangeran sedang duduk di pondok peristirahatannya di halaman istana, lewatlah seorang nenek yang hendak mengambil air dari mata air yang terletak di depan gerbang istana. Timbul ide iseng di pikiran Shahzada. Dilemparnya guci nenek tua tadi dengan bola emasnya. Guci itu pun pecah berkeping-keping. Tanpa berkata sepatah pun nenek itu mengambil guci lainnya. Namun guci ini pun pecah karena lemparan bola Shahzada. Nenek tua itu gemetar menahan marah. Tapi karena segan dengan sang Raja maka ia hanya diam dan pergi ke took terdekat untuk mengutang guci baru. Tapi lagi-lagi Shahzada melempar guci itu dengan bolanya hingga pecah. Kini nenek itu benar-benar murka. Dia mengangkat wajahnya ke arah Shahzada. “Camkan kutukanku ini Pangeran! Aku harap kau akan jatuh cinta kepada Putri bisu!” kutuknya.
Pangeran Shahzada tidak mengerti maksud nenek tua tersebut, tapi kata-katanya terus mengganggu pikirannya. Hal itu memperngaruhi kesehatannya, sehingga Shahzada pun jatuh sakit. Puluhan, dokter, tabib dan dukun telah mencoba menobatinya, namun kesehatannya tak kunjung pulih. Akhirnya suatu malam Raja mendekati putra tunggalnya.
“Anakku, penyakitmu pasti bukan penyakit biasa. Katakan padaku! Apakah akhir-akhir ini ada peristiwa aneh yang menimpamu?” tanya Raja.
Shahzada menceritakan kelakuannya saat memecahkan 3 guci seorang nenek dan kutukan yang dilontarkannya. Lalu Shahzada meminta izin ayahnya untuk pergi mencari Putri Bisu, karena menurutnya hanya dialah yang bisa menyembuhkannya. Dengan berat hati Raja mengijinkan putra kesayangannya pergi dengan ditemani seorang pengawal kepercayaannya.
Singkat cerita, Shahzada dan pengawalnya telah mengembara selama enam bulan. Mereka berjalan siang dan malam dan hanya tidur beberapa saat saja setiap malamnya. Kini mereka tiba di sebuah puncak gunung yang tanah dan bebatuannya bersinar seperti cahaya matahari. Dengan keheranan mereka bertanya pada seorang kakek yang kebetulan lewat.
“Itu karena Putri bisu,” kata si Kakek. “Ia memakai 7 lapis kerudung yang menutupi wajahnya. Tapi sinar kecantikannya tetap memancar dan terpantul di gunung ini.” “Dimanakah sang putri berada?” tanya Shahzada. “Jika ka uterus berjalan lurus selama enam bulan lagi, kau akan tiba di istananya,” kata Kakek. “Tapi perlu kuingatkan anak muda! Putri bisu hanyalah julukan. Karena sang Putri sebenarnya hanya tidak mau berbicara. Banyak sudah pemuda yang mencoba membuatnyai bicara tapi tidak berhasil. Malang bagi mereka, karena kematianlah yang harus mereka terima.”
Shahzada tidak gentar mendengar berita tersebut. Ia tetap bertekad untuk menemui sang putri Bisu.
Beberapa waktu kemudian mereka tiba di puncak gunung lainnya. Gunung ini pun sangat aneh karena semua tanah dan bebatuannya berwarna merah darah. Sebuah desa tampak terhampar di kaki gunung tersebut. “Aku sangat lelah,” kata Shahzada. “Mari kita istirahat dulu di desa di bawah sana. Sekalian kita beli perbekalan.”
Mereka pun masuk ke sebuah warung makan. Pemiliknya menyambut mereka dengan hangat. Shahzada menanyakan kenapa gunung yang baru saja mereka turuni berwarna merah darah.
“Oh itu karena Putri Bisu. Meskipun ia memakai 7 lapis kerudung yang menutupi wajahnya, namun warna bibirnya tetap terpancar di gunung tersebut,” kata pemilik warung. “Tapi anak muda, sudah banyak pemuda yang mencoba membuat sang Putri berbicara tapi semuanya tidak berhasil. Dan kematian adalah hukuman bagi mereka yang gagal.” “Aku tidak takut,” kata Shahzada. “Katakanlah, berapa jauh lagi istana sang Putri?” “Tiga bulan perjalanan lagi kau akan sampai di istananya,” kata pemilik warung.
Setelah perjalanan yang sangat melelahkan, pangeran Shahzada dan pengawalnya melihat sebuah gunung lagi. Di puncaknya berdirilah istana yang sangat megah. Istana Putri Bisu. Istana Putri bisu jika dilihat dari dekat ternyata sangat mengerikan karena dindingnya dibangun dari tulang belulang manusia.
“Kita harus memiliki rencana yang matang untuk bisa membuat sang Putri bicara, atau tulang belulang kita juga akan menjadi bagian dari dinding istana ini,” kata Shahzada. “Mari kita cari penginapan terlebih dulu untuk berpikir!”
Esoknya Shahzada dan pengawalnya pergi berjalan-jalan untuk mencari ide. Di sebuah pasar ia melihat seekor burung bulbul yang cantik. Shahzada segera membelinya dan membawanya ke kamarnya. Suatu ketika saat Shahzada sedang melamun sendirian, ia mendengar seseorang menyapanya. “Apa yang kau pikirkan wahai Pangeran?” Shahzada terkejut karena tidak ada orang lain di kamarnya. Ia kemudian menyadari bahwa burung bulbulnya yang berbicara. “Subhanalloh, ini pasti mukjizat Alloh,” pikir Shahzada.
Ia menceritakan perjalanannya untuk menemui putri Bisu dan kesulitannya menemukan cara untuk membuat sang Putri bicara.
“Jangan khawatir Pangeran, aku akan membantumu. Sang putri memakai 7 lapis kerudung. Tidak ada seorang pemuda pun yang pernah melihat wajahnya, demikian pula sang Putri tidak pernah bisa melihat pemuda yang menemuinya,” kata Bulbul. “Besok bawalah aku ke istana. Dan jika kau telah berada di kamar sang Putri, taruhlah aku di bawah tiang lampu. Lalu sapalah sang Putri. Ia pasti tidak akan menjawabmu. Nah, katakan bahwa karena sang Putri tidak au menjawab maka kau akan berbicara dengan tiang lampu saja. Dan aku akan menjawabnya.”
Maka Shahzada, Bulbul dan pengawalnya pergi menemui ayah putri Bisu di istananya. Ia meminta izin untuk mencoba membuat sang putri berbicara. Shahzada dan Bulbul kemudian diantar ke kamar sang Putri. “Selamat sore Putri,” kata Shahzada. Putri Bisu tentu saja tidak menjawab. “Baiklah karena kau tidak berkenan menjawab, maka aku akan berbicara dengan tiang lampu saja. Mungkin ia lebih punya perasaan daripada anda,” kata Pangeran. “Apa kabar?” tanya Pangeran kepada tiang lampu. “Cukup baik. Setelah bertahun-tahun akhirnya ada seseorang yang mau berbicara denganku,” kata Bulbul seolah-olah tiang lampu yang menjawab. “Alloh mengirimmu ke sini dan membuatku bahagia. Maukah kau mendengar ceritaku?” “Tentu!” kata Shahzada. “Alkisah ada seorang Shah yang memiliki seorang putri. Tiga orang pemuda telah mengajukan lamaran untuk si gadis kepada Shah. Shah lalu berkata kepada ketiga pemuda tersebut: ‘Siapapun yang memiliki keahlian yang tidak biasa maka ialah yang berhak menikahi putriku.’ Pemuda-pemuda itu lalu pergi untuk mencari guru. Mereka pergi kea rah yang berbeda. Namun sebelumnya mereka berjanji untuk saling bertemu lagi di sebuah mata air setelah sekian bulan. Pemuda pertama belajar berlari cepat. Jika ia berlari, perjalanan 6 bulan bisa ditempuhnya dalam waktu setengah jam saja. Pemuda kedua belajar cara menghilang. Dan pemuda ketiga belajar meracik obat.
Ketiganya kembali dalam waktu yang hampir bersamaan. Pemuda yang bisa menghilang mengatakan bahwa putri Shah sedang sakit keras dan mungkin akan meninggal 2 jam lagi. Pemuda ketiga segera menyiapkan ramuan dan pemuda pertama secepat kilat membawanya kepada si gadis. Ramuan itu sangat manjur. Si gadis tidak jadi meninggal dan Shah segera memanggil ketiga pemuda tersebut.
Nah Pangeran, menurutmu pemuda mana yang pantas mendapatkan si gadis. Menurutku pemuda yang bisa menghilang.” “Tidak! Menurutku pemuda yang meracik obatnya,” kata Shahzada. Mereka pun berdebat seru dan saling mempertahankan pendapatnya.
Putri Bisu berkata dalam hatinya, “tidak ada yang ingat dengan jasa pemuda yang telah mengantarkan obatnya.”
Akhirnya karena tidak sabar mendengar perdebatan mereka, Putri berteriak: “Dasar bodoh! Aku akan memberikan gadis itu kepada si pembawa obat. Tanpa dia gadis itu pasti sudah mati!”
Raja segera diberi tahu bahwa Putri Bisu telah mau berbicara. Tapi Putri dengan marah berkata bahwa ia telah ditipu dan ia hanya mau mengaku kalah jika Shahzada bisa membuatnya berbicara sebanyak tiga kali. Karena geram, putri pun menghancurkan tiang lampu di kamarnya.
Sore berikutnya, Shahzada dan Bulbul kembali menemui sang putri di kamarnya. Kali ini Shahzada meletakan sangkar Bulbul di dekat salah satu dinding. “Selamat sore Putri,” sapa Shahzada. Putri tidak menjawab sepatah kata pun. “Baiklah. Karena kau tidak mau menjawab, mungkin lebih baik jika aku mengobrol dengan dinding saja. Apa kabarmu dinding?” kata Shahzada. “Sangat baik,” jawab Bulbul yang pura-pura menjadi dinding. “Aku senang kau mengajakku bicara. Bagaimana kalau aku menghiburmu dengan sebuah cerita?” “Dengan senang hati,” kata Shahzada. “Di sebuah kota tinggalah seorang wanita yang dicintai oleh 3 orang pria sekaligus. Ketiga pria itu adalah: Baldji anak si pembuat madu, Jagdji anak si pembuat lemak, dan Tiredji anak si penyamak kulit. Mereka sering mengunjungi si wanita, namun tidak pernah saling bertemu karena mereka selalu berkunjung pada waktu yang berbeda.
Suatu hari, saat si wanita sedang menyisir rambutnya, ia melihat sehelai uban di kepalanya, ‘celaka! Aku sudah mulai tua. Aku harus segera memutuskan dengan siapa aku akan menikah,’ kata si wanita.Kemudian ia mengundang ketiga teman prianya untuk datang pada jam yang berbeda. Yang pertama datang adalah Jadgji dan ia menemukan bahwa wanita pujaannya sedang berurai air mata. Ia bertanya kenapa dan si wanita menjawab, ‘ Ayahku telah meninggal dan aku telah menguburkannya di kebun belakang, tapi arwahnya selalu menghantuiku. Jika kau mencintaiku, maukah kau berpura-pura menjadi hantu. Pakailah kain sprei ini dan berbaringlah selam 3 jam di kuburan. Maka ia tidak akan menghantuiku lagi.’
Wanita itu menunjuk sebuah lubang kubur yang telah sengaja ia buat dan Jadgji tanpa ragu-ragu memakai kain sprei itu untuk menutupi tubuhnya dan berbaring di dalam lubang kubur tersebut.
Lalu datanglah Baldji yang juga menemukan wanita itu sedang menangis. Si wanita mengulangi ceritanya tentang kematian ayahnya, lalu memberi Baldji sebuah batu besar; ‘Jika hantu itu datang, pukullah dengan batu ini,’ katanya.
Terakhir datanglah Tiredji. Dia juga bertanya kenapa ia menangis. ‘Bagaimana aku tidak sedih,’ kata si wanita. ‘Ayahku telah meninggal dan telah aku kuburkan di kebun belakang. Tapi ternyata ia punya musuh seorang penyihir dan ia bermaksud mengambil mayat ayahku. Lihat, ia bahkan sudah membongkar kuburannya. Jika kau bisa mengambil mayat ayahku maka aku akan selamat tapi jika tidak…’ Si wanita kembali menangis.
Tiredji segera pergi ke kebun belakang untuk mengambil mayat yang tidak lain adalah Jadgji. Tapi Baldji mengira ada dua hantu yang datang dan memukul Jadgji serta Tiredji. Sementara Jadgji mengira hantu ayah si wanitalah yang memukulnya. Ia melemparkan sprei yang ia pakai dan menubruk Baldji. Mereka bertiga terkejut begitu menyadari keadaan yang sebenarnya dan bersama-sama menuntut penjelasan dari si wanita. Nah Pangeran, menurutmu siapa yang berhak menjadi suami si wanita? Menurutku Tiredji!” kata Bulbul. Menurut Shahzada, Baldji lebih berhak karena berada dalam posisi yang lebih berbahaya. Mereka berdebat seru, saling mempertahankan pendapatnya. Putri Bisu yang juga mendengarkan cerita Bulbul sangat kecewa karena mereka melupakan peran Jadgji dan ia segera berteriak mengemukakan pendapatnya.
Raja gembira mendengar putrinya berbicara. “Tinggal satu kali anak muda,” katanya pada Shahzada. Sementara sang Putri sangat kesal karena telah dua kali keceplosan. Maka untuk melampiaskan amarahnya ia segera memerintahkan untuk menghancurkan dinding tempat Bulbul bersandar semalam.
Hari ketiga dan merupakan hari penentuan, Shahzada dan Bulbul kembali datang ke kamar sang Putri. Kali ini Shahzada meletakkan Bulbul di belakang pintu kamar Putri. Seperti biasa Putri menolak membuka mulutnya dan kali ini bahkan ia memunggungi Shahzada. Maka Shahzada berpura-pura mengajak bicara pintu. Seperti hari-hari kemarin, Bulbul menceritakan sebuah cerita.
“Alkisah ada seorang Tukang kayu, seorang Penjahit, dan seorang Sakti yang berkelana bersama. Di sebuah kota, mereka memutuskan untuk menyewa sebuah took dan memulai usaha bersama. Suatu malam saat yang lainnya sedang tidur, Tukang kayu terbangun. Karena tidak bisa tidur lagi, ia iseng memahat sebongkah kayu menjadi sebuah patung wanita yang sangat cantik. Saat patungnya selesai, ia kembali mengantuk dan segera pergi tidur. Tidak berapa lama si Penjahit terbangun. Melihat ada sebuah patung wanita cantik di tengah kamar mereka, ia tergoda untuk membuatkan sehelai pakaian yang sangat indah. Setelah selesai, ia memakaikannya dan kembali tidur. Menjelang pagi si Orang sakti bangun. Ia begitu terpesona melihat patung wanita cantik berpakaian indah tersebut. Maka ia memohon kepada Alloh SWT untuk menghidupkan patung tersebut. Alloh SWT mengabulkan permintaannya dan patung itu menjelma menjadi seorang wanita yang mempesona. Ketika Tukang kayu dan Penjahit bangun serta melihat wanita cantik yang berasal dari patung tersebut, mereka berebut karena masing-masing merasa berhak memilikinya.
Nah Pangeran, siapa menurutmu yang paling berhak?. Menurutku Tukang kayu,” kata Bulbul. “Tidak bisa, menurutku si Penjahit,” kata Shahzada.
Mereka kembali berdebat seru. Putri bisu bangkit dari tempat duduknya dan dengan marah ia berteriak; “Kalian semua bodoh! Orang sakti itulah yang paling berhak! Wanita itu berhutang nyawa padanya!”
Dan artinya Shahzada berhak menikahi sang Putri karena ia telah tiga kali memecahkan kebisuannya. Maka pesta pernikahan akbar pun digelar selama 40 hari 40 malam. Shahzada secara khusus memanggil nenek yang ia pecahkan kendinya untuk tinggal di istana. Mereka semua hidup bahagia.